Terkait safety joki cilik, Fihir mengatakan, pihak Pemprov NTB dan Pemda Kabupaten/Kota di pulau Sumbawa sudah jauh lama memikirkannya. Hanya saja, untuk menerbitkan regulasi yang mengatur tradisi budaya tentu saja tak bisa serta merta.
Ia mengatakan, secara tradisi keberadaan Joki Anak tak bisa lepas dari lomba Pacuan Kuda, baik di Sumbawa, Dompu, dan Bima. Sejak dulu hal ini menjadi lumrah karena ukuran tubuh kuda pacu di pulau Sumbawa relatif kecil. Sehingga jika menggunakan Joki dewasa tentu akan lebih berat beban dalam balapan.
“Pak Gubernur juga pernah mengatakan bahwa secara pribadi tidak setuju dengan joki cilik. Tapi kan tidak bisa serta merta kita merubah tradisi. Karena itu, saat ini upaya yang dilakukan adalah bagaimana ukuran kuda pacu bisa lebih besar. Pacuan kuda ini kan ada kelas-kelasnya, misalnya untuk kelas F itu sudah bisa pakai Joki dewasa karena ukuran kudanya cukup besar,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fihir menambahkan tradisi pacuan kuda di pulau Sumbawa, tak hanya berkaitan dengan adat budaya dan kearifan lokal semata. Dari aspek sosial, tradisi ini menjadi wadah yang mempererat silaturahmi. Sementara dari aspek ekonomi, tradisi mampu menggerakan sektor UMKM dalam jumlah cukup banyak di saat musim perlombaan dihelat.
Fihir juga mengkritisi laporan soal Joki Cilik yang diajukan Koalisi Anti Joki Cilik ke Polda NTB.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya






