Halontb.com – Sektor konstruksi di NTB kembali menjadi sorotan setelah beberapa proyek besar mengalami keterlambatan yang signifikan. Salah satunya adalah pembangunan di Poltekkes Kemenkes Mataram yang hingga kini belum rampung sesuai jadwal. Ketua BPD Gapensi NTB, H. Agus Mulyadi, menegaskan bahwa kondisi ini perlu menjadi bahan evaluasi serius, agar tidak menjadi pola yang terus berulang dalam proyek-proyek di masa mendatang.
Keterlambatan proyek infrastruktur bukanlah hal baru, namun yang menjadi perhatian adalah penyebab utamanya yang sering kali berkisar pada perencanaan yang kurang matang, pengawasan yang lemah, serta kurangnya komunikasi antara pemilik proyek dan pihak jasa konstruksi lokal.
“Kami melihat ada pola yang berulang dalam keterlambatan proyek-proyek besar. Seharusnya, sejak awal, pemilik proyek membangun koordinasi dengan asosiasi jasa konstruksi di daerah agar bisa mendapatkan masukan yang tepat. Hal ini bisa mencegah berbagai kendala teknis maupun administratif yang bisa menghambat jalannya proyek,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan bahwa proyek yang molor sering kali berdampak luas, tidak hanya dari sisi anggaran yang membengkak, tetapi juga dari manfaat yang tertunda bagi masyarakat.
“Proyek pendidikan seperti di Poltekkes Mataram ini menyangkut masa depan banyak orang. Jika pembangunannya tidak selesai tepat waktu, maka fasilitas yang seharusnya sudah bisa dimanfaatkan akan tertunda, dan ini berdampak pada efektivitas pembelajaran,” tegasnya.
Dalam banyak kasus, keterlambatan proyek juga berisiko menurunkan kualitas konstruksi. Banyak kontraktor yang akhirnya bekerja secara terburu-buru untuk mengejar deadline, yang berpotensi menurunkan standar mutu pekerjaan.
“Kami sering menemukan proyek yang dipaksakan selesai dalam waktu singkat setelah sebelumnya mengalami stagnasi berbulan-bulan. Ini jelas tidak ideal. Proyek harus berjalan sesuai perencanaan yang matang, bukan dikejar-kejar waktu di akhir masa kontrak,” ungkapnya.
Untuk itu, Agus menilai bahwa pengawasan dan transparansi harus menjadi prioritas dalam setiap proyek, terutama yang menggunakan dana pemerintah. Ia juga menyoroti pentingnya peran asosiasi jasa konstruksi dalam membantu pemilik proyek memastikan pelaksanaan berjalan dengan baik.
“Gapensi selalu siap untuk memberikan masukan dan mendampingi pemilik proyek dalam perencanaan hingga pelaksanaan. Jika ada sinergi yang baik antara pemilik proyek, kontraktor, dan asosiasi, maka keterlambatan bisa ditekan dan kualitas pekerjaan bisa tetap terjaga,” jelasnya.
Sebagai bentuk pembenahan, Agus mendorong agar proyek-proyek besar di NTB, termasuk di Poltekkes Mataram, mulai menerapkan sistem manajemen proyek yang lebih ketat dan berorientasi pada kualitas. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek juga harus ditingkatkan untuk menghindari berbagai penyimpangan yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Jangan sampai proyek infrastruktur yang seharusnya membawa manfaat justru menjadi masalah baru karena buruknya manajemen. Ke depan, kita harus memastikan bahwa setiap proyek yang dijalankan benar-benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,” tutupnya.