Halontb.com – Sebuah pernyataan dari pejabat publik kembali memicu api polemik di Nusa Tenggara Barat. Kali ini datang dari Bupati Lombok Timur, Drs. H. Haerul Warisin, M.Si, yang secara terbuka meminta warga luar daerah khususnya dari Lombok Tengah untuk tidak lagi datang atau beraktivitas di kawasan wisata Pantai Ekas, Kecamatan Jerowaru.
Pernyataan itu terekam jelas dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, dan segera menjadi bola panas di ruang publik. Banyak yang menilai ucapan Bupati tidak hanya bersifat diskriminatif, tetapi juga membahayakan iklim pariwisata dan harmoni sosial yang telah lama dibangun di wilayah selatan Lombok.
Menanggapi hal itu, Saidin Law & Partners menyatakan telah menyusun langkah hukum. “Hari ini, Kamis 19 Juni 2025, kami resmi layangkan surat somasi kepada Bupati Lombok Timur. Kami juga akan menyampaikan laporan ke Kemendagri dan Komnas HAM, karena ini bukan hanya soal ucapan, tapi menyangkut hak konstitusional warga negara,” kata Saidin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut mereka, sikap kepala daerah yang melarang warga dari daerah lain untuk mengakses kawasan wisata adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hak mobilitas dan prinsip persamaan di hadapan hukum. Terlebih, Pantai Ekas bukanlah wilayah privat, melainkan bagian dari kawasan terbuka yang dinikmati banyak pihak, termasuk nelayan dan pelaku usaha wisata dari berbagai daerah.
“Kami menuntut Bupati agar segera menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada masyarakat Lombok Tengah yang telah tersinggung dan merasa direndahkan oleh pernyataan tersebut,” tambah Saidin.
Di akar rumput, respons warga dan pelaku wisata Lombok Tengah tidak kalah keras. Mereka menyayangkan pernyataan itu muncul dari seorang kepala daerah yang semestinya menjadi perekat antarkomunitas, bukan pemecah. Banyak yang mengaku dirugikan secara ekonomi, terutama mereka yang sehari-hari mengandalkan pendapatan dari wisatawan yang berkunjung ke Pantai Ekas.
“Kami ke Ekas bukan mau rebutan tanah atau wilayah, kami hanya cari makan dan bantu promosikan wisata. Tapi justru diperlakukan seperti penyusup,” kata Nurdin, nelayan asal Pujut.
Para pengamat sosial dan politik lokal menilai bahwa insiden ini menjadi peringatan serius bagi pejabat publik untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan, terutama dalam situasi sosial yang sensitif. Narasi eksklusivitas dan sentimen sektoral sangat mudah menyulut ketegangan, apalagi jika datang dari posisi kekuasaan.
Kini, semua mata tertuju pada respons Pemerintah Pusat, akankah mereka bertindak cepat, atau membiarkan bara ini membesar ?.






