Halontb.com – Dalam rangkaian pemilihan gubernur NTB, calon gubernur Lalu Muhammad Iqbal yang masih berseragam ASN semakin mendapatkan sorotan publik. Sejumlah pihak mempertanyakan integritas dan etika dari pencalonannya yang dinilai dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Masyarakat NTB mulai mempertanyakan bagaimana seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif bisa mencalonkan diri sebagai gubernur tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya. Sebagai ASN, Lalu Muhammad Iqbal seharusnya tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis, namun langkahnya ini memunculkan banyak pertanyaan mengenai komitmennya terhadap prinsip-prinsip ASN.
Ahmad Zulkarnain, seorang pakar hukum tata negara, menyoroti pentingnya mematuhi regulasi yang mengatur ASN. “Peraturan jelas menyatakan bahwa ASN yang ingin terjun ke dunia politik harus mundur dari posisinya. Hal ini untuk menjaga netralitas dan mencegah konflik kepentingan. Jika Lalu Muhammad Iqbal tetap berseragam ASN, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran etika dan hukum,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, beberapa warga menyuarakan kekhawatiran mereka mengenai integritas calon gubernur tersebut. “Bagaimana kita bisa mempercayai seorang pemimpin yang tidak mematuhi peraturan yang ada? Jika dari awal saja sudah ada indikasi pelanggaran, bagaimana nanti jika beliau terpilih?” kata Nurdin, seorang warga Mataram.
Selain isu etika dan integritas, nama Lalu Muhammad Iqbal sendiri belum begitu dikenal di kalangan masyarakat NTB. Selama ini, beliau lebih dikenal sebagai seorang diplomat daripada tokoh yang aktif di masyarakat NTB. “Kami baru mendengar nama beliau ketika beliau masuk bursa calon gubernur. Sebelumnya, tidak ada sepak terjang yang signifikan yang diketahui masyarakat di sini,” tambah Nurdin.
Kinerja Lalu Muhammad Iqbal selama menjabat sebagai ASN juga dibandingkan dengan calon lain yang tidak memiliki konflik kepentingan. Banyak yang menilai bahwa kinerja beliau tidak lebih baik dari calon-calon lain yang mengikuti aturan dengan mundur dari jabatan mereka sebelum mencalonkan diri.
Dengan semakin dekatnya hari pemilihan, pemilih NTB dihadapkan pada pilihan penting. Apakah mereka akan memilih calon gubernur yang tetap memegang prinsip netralitas dan integritas, atau akan mempertimbangkan kandidat yang langkahnya sudah dipertanyakan sejak awal.
Sebagai masyarakat yang cerdas dan kritis, penting bagi pemilih untuk melihat lebih jauh dari sekedar janji-janji politik dan mempertimbangkan aspek etika dan legalitas dari setiap calon.
“Kami hanya ingin pemimpin yang jujur dan mematuhi hukum. Kalau dari awal sudah ada masalah, kami harus berpikir dua kali untuk memilih,” tambah Nurdin.
Dengan berbagai isu yang muncul, keputusan ada di tangan masyarakat NTB untuk menentukan masa depan mereka dengan bijak dan hati-hati.