Kemudian narasi yang disampaikan oleh KH. Hodri Ariev, menerangkan bahwa agenda Fiqih Peradaban yang digagas oleh PBNU merupakan diskursus dalam melihat perkembangan masalah, yang kemudian dalam pandangan hukumnya membutuhkan kajian teks, dan konteks. Menurutnya bahwa ada tiga peradaban yang pernah berkembang dalam dunia Islam.
Pertama adalah Peradaban Kematian (al hadratul maut) ketika masanya Nabi Musa dan Fir’aun. Dimana dalam sejarahnya pernah berkembang satu narasi tentang “kehidupan pasca kematian”, yang menganggap bahwa rumah tempat disemayamkannya “jasad”, semakin bagus maka dianggap hidupnya semakin baik.
Kedua, Peradaban Akal (hadlarah al aql), dimana manusia membedakan baik, dan buruk berdasarkan akal rasionalitas. Inilah yang terjadi di belahan dunia barat. Dimana anggapan mereka tentang akal manusia adalah salah satu kunci mempertimbangkan nilai kebaikan. Dan ini seringkali menganggap teks ajaran agama sebagai bagian dari “kebuntuan berfikir”. Ketiga, peradaban teks (hadharah al nash), dimana peradaban teks yang menjadikan sumber rujukan atas segala sesuatu berdasarkan ajaran teks para Nabi, ulama, auliya’, dan kyai sebagai turos yang harus dijaga, dihidupkan. Termasuk di kalangan Pondok Pesantren, demi menjaga great tradition (tradisi besar) para ulama Islam terdahulu. Karena bagaimanapun sanad keilmuan itu penting menjadi pijakan berfikir, dan berbicara tentang sebuah masalah. Kata ulama ” jikalau ilmu tanpa sanad, maka orang lain akan bicara semaunya.” Esensinya bahwa “Halaqah Fiqih Peradaban” akan memberikan nilai penting dalam ijtima’ (berkumpul), kemudian melahirkan ta’aruf (perkenalan), kemudian ta’allum (berbicara berdiskusi), dan kemudian melahirkan gagasan besar yang dapat di-targhib (diceritakan) kepada umat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Editor: Dila Ika Rani
Halaman : 1 2






