Halontb.com – Kampus bukan lagi ruang aman ketika kuasa tak lagi dikontrol dan pelanggaran dibiarkan bersembunyi di balik seragam institusi. Begitulah potret memilukan yang terjadi di Universitas Mataram (Unram), ketika seorang pegawai LPPM berinisial S ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi yang seharusnya dilindungi nya.
Korban adalah peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2022. Dalam kondisi psikis yang terguncang akibat kesurupan, ia justru terjebak dalam relasi manipulatif yang mengarah pada kehamilan tanpa konsensual. “Tersangka menyalahgunakan posisi dan wewenangnya. Minggu depan akan kami periksa,” ujar AKBP Ni Made Pujawati, Kasubdit Renakta Polda NTB, Kamis (17/4/25).
Pernyataan ini menegaskan bahwa pelaku bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga etika profesi dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ketua Satgas PPKS Unram, Joko Jumadi, S mengambil alih peran “penolong” ketika korban mengalami kesurupan di lokasi KKN. Namun di balik bantuan itu, ia membangun kedekatan yang kemudian menjelma jadi kekuasaan atas tubuh korban. S tetap mendekati korban bahkan setelah KKN selesai, dan kekerasan pertama terjadi di kamar kos korban dengan dalih ‘pengobatan’.
Korban yang saat itu ketakutan dan merasa malu memilih diam. Namun dua bulan kemudian, kehamilan tak bisa disembunyikan. Saat diminta pertanggungjawaban, tersangka S malah mengulang kekerasannya untuk kedua kalinya, menunjukkan pola predator yang menjadikan ketakutan korban sebagai senjata.
“Bukan hanya sekali. Pelaku memanfaatkan momen ‘tanggung jawab’ untuk kembali menguasai korban,” kata Joko.
Ketika anak hasil kekerasan itu lahir, korban tetap bungkam. Baru setelah bayi berusia enam bulan dan keluarga datang dari luar kota, semua terbongkar. Keluarga pun mencoba menyelesaikan secara kekeluargaan, tapi pelaku tak menunjukkan itikad baik. Akhirnya, kasus ini dibawa ke ranah hukum.
Sementara itu, salah satu pimpinan LPPM, M, membenarkan bahwa pelaku sudah dimutasi ke Rektorat sejak tahun lalu. Namun pemindahan tersebut tidak membatalkan tanggung jawab atas tindak kriminal yang terjadi.
Unram melalui Satgas PPKS berjanji tak akan menutup-nutupi kasus ini. “Ini bagian dari komitmen kami untuk menciptakan lingkungan akademik yang benar-benar bebas dari kekerasan seksual,” ujar Joko.
Kasus ini membuka mata publik bahwa predator bisa berkeliaran dengan pakaian terhormat, membawa nama institusi, dan menyamar sebagai penolong. Saatnya kampus berdiri tegas: berpihak pada korban, bukan reputasi palsu.