Halontb.com – Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII 2025 menyuguhkan sesuatu yang berbeda: sebuah panggung di mana budaya, tradisi, dan prestasi berpadu dalam satu semangat. Cabang olahraga Walet Basura Nusantara (WBN), yang digelar di Stadion Turide, Kota Mataram, menjadi simbol bagaimana Indonesia tak pernah kehilangan akarnya.
Dari sektor putri, Bali menunjukkan betapa serius mereka menempatkan budaya sebagai bagian dari pembinaan atlet muda. Di nomor Fast Flight Archery (FFA) U15 Putri, Bali menyapu bersih seluruh podium pencapaian langka yang menandai keunggulan teknik sekaligus kedalaman filosofi. Anak Agung Istri Trisna Maherani menjadi sosok sentral dengan dua emas yang diraihnya, diikuti rekan satu provinsi, Putu Tania Erlita Anjani (perak) dan Ni Made Tika Staysanwari (perunggu).
Kemenangan Bali berlanjut di kategori U 12 Putri, dengan Putu Queen Abigail mengamankan emas dan Ni Putu Pradita meraih perak. Di tengah dominasi Pulau Dewata, NTB sebagai tuan rumah menunjukkan perlawanan melalui Khadijah Nuraini yang merebut perunggu dengan semangat penuh daya juang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, di sektor putra, provinsi Jawa Barat mempertegas reputasinya sebagai lumbung atlet olahraga tradisional. Lewat nomor Kasumedangan Putra, Iman Supardan dan Julius Rio masing-masing merebut medali emas dan perak, menunjukkan kualitas serta konsistensi atlet-atlet dari Tanah Pasundan. Redy dari Bangka Belitung melengkapi daftar juara dengan torehan perunggu.
Momen puncak kompetisi ini ditandai dengan penyerahan medali oleh Ketua Umum Inorga WBN, Bunda Ely. Dalam pidatonya yang menyentuh, Bunda Ely menegaskan bahwa kehadiran anak-anak muda dalam ajang ini adalah harapan bagi lestarinya budaya olahraga tradisional Indonesia.
“Kita sedang menyaksikan lebih dari sekadar pertandingan. Kita sedang melihat bagaimana generasi baru Indonesia bersatu menjaga identitas bangsanya lewat tradisi,” kata Bunda Ely, disambut riuh tepuk tangan para peserta.
FORNAS VIII di NTB menjadi bukti nyata bahwa warisan budaya tidak pernah kehilangan relevansi. Justru di tengah era digital, semangat olahraga tradisional bisa menjadi jembatan pemersatu antardaerah, melahirkan prestasi tanpa mengorbankan jati diri. Di sinilah, tradisi tidak hanya dilestarikan tetapi ditumbuhsuburkan oleh generasi yang baru.






