Halontb.com – Menjelang Hari Raya Idul Adha, geliat pengiriman sapi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Pulau Jawa kembali meningkat. Namun, lonjakan aktivitas ini tak hanya membawa harapan bagi para peternak, tapi juga menimbulkan masalah serius: antrean panjang truk pengangkut sapi di Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat, mengganggu kenyamanan hewan, pebisnis, hingga para penumpang reguler dan wisatawan kapal pesiar.
Kondisi ini menjadi perhatian Pelindo III Cabang Lembar. General Manager Kunto Wibisono menegaskan perlunya penataan ulang sistem pengiriman ternak agar tidak menimbulkan kepadatan dan risiko kesehatan, baik untuk manusia maupun hewan.
Dalam wawancara khusus bersama Media Seputar NTB pada Minggu (20/4), Kunto menyampaikan bahwa persoalan ini bukan sekadar urusan teknis logistik. “Ini menyangkut tanggung jawab kita bersama dalam menjaga etika distribusi hewan hidup dan tata kelola ruang publik,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mengungkap bahwa KSOP Lembar telah menggelar pertemuan dengan berbagai pihak terkait—termasuk Dinas Peternakan, Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten Lombok Barat, pengusaha ternak dari Bima, serta operator kapal ALP. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penyediaan lokasi penampungan sementara di luar kawasan pelabuhan, seperti buffer area.
Usulan ini dinilai penting, mengingat Pelabuhan Gili Mas juga melayani kapal penumpang dan wisatawan mancanegara. “Kita ingin menjaga citra pelabuhan. Kehadiran sapi dalam jumlah besar tentu berpotensi mengganggu kenyamanan dan kesan wisatawan terhadap NTB,” kata Kunto.
Ia menjelaskan bahwa Pelindo hanya bertugas menyediakan fasilitas pelabuhan seperti dermaga dan ruang tunggu kendaraan. Sementara itu, pengangkutan ternak sepenuhnya dikelola operator swasta seperti ALP. Dari empat kapal milik ALP, hanya KM Mutiara Sentosa yang mampu memuat hingga 50 truk. Sisanya hanya berkapasitas di bawah 15 truk.
Ketidakseimbangan antara kapasitas kapal dan jumlah truk yang datang bersamaan kerap menimbulkan antrean panjang, stres pada hewan, hingga ketegangan sosial di pelabuhan.
Karena itu, Kunto mengusulkan agar pengiriman ternak dilakukan secara terjadwal dan dibatasi per hari. Ia juga mendorong adanya sistem koordinasi pemuatan untuk mengatur giliran truk secara adil dan transparan, demi menghindari konflik antar-pengusaha dan menjaga kesejahteraan hewan.
Pelindo, lanjutnya, siap berkoordinasi penuh dengan KSOP sebagai perwakilan Kementerian Perhubungan, serta mendukung kebijakan teknis yang dinilai paling solutif.
“Hewan bukan sekadar komoditas ekonomi. Mereka makhluk hidup yang layak diperlakukan secara manusiawi,” tegas Kunto. Ia mengajak semua pihak—peternak, pengusaha, instansi pemerintah, dan masyarakat—untuk menciptakan sistem distribusi ternak yang etis, efisien, dan berkelanjutan.
“Kalau kita bisa menata ini dengan baik, bukan hanya kebutuhan Idul Adha yang terpenuhi, tapi NTB juga bisa jadi contoh distribusi ternak yang modern dan beradab,” pungkasnya.






