Halontb.com – Penyelidikan terhadap aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, terus berlanjut dengan semakin banyaknya fakta baru yang mencuat. Hingga kini, 23 saksi telah diperiksa oleh Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabal Nusra), termasuk dua warga negara asing (WNA) asal China.
Kasus ini bukan sekadar soal eksploitasi tambang ilegal, tetapi juga melibatkan pemodal besar yang diduga mengundang pihak asing untuk beroperasi secara ilegal. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan potensi kerugian negara akibat aktivitas ini mencapai Rp 1,08 triliun hanya dalam satu titik tambang. Dengan luas area mencapai 89,19 hektare yang tersebar di 26 titik, Sekotong menjadi salah satu wilayah dengan aktivitas tambang ilegal terbesar di NTB.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Mursal, menegaskan bahwa aktivitas tambang ilegal di Sekotong bukan bagian dari tambang rakyat, melainkan operasi eksploitasi skala besar yang berdampak buruk terhadap lingkungan. “Tambang ini bukan tambang rakyat. Ada keterlibatan pemodal besar yang mengoperasikan alat berat di kawasan hutan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, meskipun penyidikan telah berjalan lama, hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan. Beredar informasi bahwa seorang WNA China berinisial SBK telah dijadikan tersangka berdasarkan surat dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Namun, informasi ini langsung dibantah oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Jabal Nusra, Mustaan. “Belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini,” tegasnya.

Sementara itu, di tengah maraknya tambang ilegal, pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM berupaya menertibkan pertambangan emas di NTB dengan mengesahkan 16 blok tambang menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Dari 60 blok yang diusulkan oleh Dinas ESDM NTB, hanya 16 yang disetujui, termasuk lima di Sekotong.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menekankan pentingnya skema pengelolaan yang adil agar tambang rakyat benar-benar dikelola oleh masyarakat, bukan kembali jatuh ke tangan pemodal besar. “Jika dikelola oleh koperasi desa, masyarakat akan mendapat manfaat langsung dari hasil tambang,” ujarnya.
Dengan nilai ekonomi yang begitu besar dan dampak lingkungan yang signifikan, kasus tambang ilegal di Sekotong menjadi ujian bagi pemerintah dalam menegakkan aturan dan melindungi kepentingan rakyat. Masyarakat kini menunggu, apakah kasus ini benar-benar akan diusut hingga tuntas, atau justru akan berakhir tanpa kejelasan seperti banyak kasus lainnya?
Editor : Reza






