Vonis 8 Tahun untuk Rosiady, Penasihat Hukum: “Tidak Ada Satu Rupiah Pun Uang Negara Keluar”

- Wartawan

Jumat, 10 Oktober 2025 - 16:12 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mantan Sekda NTB, Rosiady Husaeni Sayuti, meninggalkan ruang sidang usai divonis 8 tahun penjara dalam kasus NCC di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025). (Foto: Istimewa)

Mantan Sekda NTB, Rosiady Husaeni Sayuti, meninggalkan ruang sidang usai divonis 8 tahun penjara dalam kasus NCC di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025). (Foto: Istimewa)

Halontb.com – Putusan 8 tahun penjara yang dijatuhkan kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Ir. H. Rosiady Husaeni Sayuti, M.Sc., Ph.D., dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan NTB Convention Center (NCC) menimbulkan pertanyaan besar tentang cara hukum ditegakkan di negeri ini. Bukan hanya karena beratnya hukuman, tetapi karena vonis itu berdiri di atas sesuatu yang bahkan belum nyata, kerugian negara yang hanya “potensi”.

Usai sidang, Rosiady tampil tenang namun tajam dalam pernyataannya. “Saya akan pikir-pikir dulu. Nanti kami diskusikan dengan kuasa hukum, apakah akan banding atau tidak. Semua ini bagian dari takdir saya,” ujarnya di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025).

Potensi Bukan Fakta, Tapi Dijadikan Dasar Vonis

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam pledoinya, Rosiady berulang kali menegaskan bahwa proyek kerja sama pembangunan NCC antara Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza tidak menggunakan satu rupiah pun uang negara, baik dari APBD maupun APBN.
Yang disebut “kerugian negara” dalam dakwaan jaksa hanyalah potensi kerugian dari kewajiban yang belum dibayar oleh pihak swasta.

“Pekerjaan ini 100 persen tidak memakai dana APBD. Jadi kerugian negara yang disebut tadi hanyalah potensi, bukan kerugian nyata,” tegasnya.

Ia menjelaskan, berdasarkan skema perjanjian Bangun Guna Serah (BGS), PT Lombok Plaza masih memiliki waktu hingga tahun 2046 untuk menyelesaikan kewajibannya. “Kalau hari ini PT Lombok Plaza punya uang dan melunasi kewajibannya, ya selesai masalahnya. Ini bukan korupsi, ini urusan perdata,” ujarnya lugas.

Ironi Hukum: Fakta yang Ditinggalkan

Rosiady juga mengungkapkan bahwa selama menjabat Sekda, ia telah dua kali menagih kewajiban perusahaan. Setelah ia tidak lagi menjabat pada 2019, tanggung jawab itu seharusnya dilanjutkan oleh pejabat penggantinya. “Saya berhenti jadi Sekda tahun 2019. Kalau dirunut siapa yang bertanggung jawab setelah itu, ya Sekda yang menjabat pada 2019. Majelis hakim tidak tegas menjelaskan hal itu,” katanya.

Ia pun mempertanyakan logika putusan hakim yang tidak menemukan aliran dana, tidak menemukan pihak yang diperkaya, namun tetap menghukum 8 tahun penjara. “Kalau pun saya dianggap melanggar, itu hanya pelanggaran Permendagri, bukan undang-undang. Permendagri tidak mengatur sanksi pidana, hanya administratif,” jelasnya.

Pernyataan Penasehat Hukum: Kasus Ini Tidak Ada Kerugian Negara

Penasihat hukum Rosiady, Rofiq Ashari, juga dengan tegas menyatakan bahwa putusan ini tidak berdiri di atas fakta hukum yang kuat, sebab tidak ada kerugian negara yang terbukti secara nyata.

“Dalam perkara ini, tidak ada satu rupiah pun uang negara keluar. Itu sudah diakui oleh para ahli keuangan negara dan ahli pidana dalam sidang,” ujarnya.

Rofiq membandingkan dengan kasus Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, yang divonis hanya 4 tahun 6 bulan meski kerugian negaranya mencapai Rp194 miliar.

“Bandingkan saja, kasus Tom Lembong dengan kerugian negara nyata saja hukumannya lebih ringan. Sementara Pak Rosiady, yang bahkan tidak ada kerugian negara, dihukum 8 tahun. Di mana letak keadilannya?” tegas Rofiq.

Perbedaan Tafsir yang Dihukum Seperti Kejahatan

Rosiady menolak anggapan bahwa dirinya dikriminalisasi, namun mengakui ini bentuk perbedaan tafsir hukum yang dipidanakan.

“Aset itu berada di bawah Dinas Kesehatan NTB, bukan BPKAD. Jadi sesuai Permendagri, Sekda berwenang menandatangani PKS dalam hal seperti ini. Saya tidak melanggar ketentuan itu,” ujarnya.

Ia juga menyoroti peran jaksa yang justru mengandalkan ahli untuk memperkuat dakwaan, padahal seharusnya jaksa punya bukti kuat, bukan sekadar pendapat ahli.

“Jaksa menjustifikasi dakwaannya dengan pendapat ahli. Artinya, jaksa sendiri tidak yakin dakwaan itu terbukti. Padahal seharusnya yang memakai saksi ahli itu pihak terdakwa,” ucapnya.

Logika Hukum yang Dipaksa

Menurutnya, penggunaan ahli untuk menyimpulkan bahwa “tidak bayar sama dengan kerugian negara” adalah bentuk penyimpangan logika hukum. “Itu yang kami kritisi dalam pembelaan. Karena tidak semua yang belum dibayar otomatis disebut kerugian negara,” kata Rosiady.

Faktanya, tidak ada uang negara keluar, tidak ada aset negara yang hilang, tidak ada aliran dana kepada dirinya, dan tidak ada bukti memperkaya siapa pun. Namun, potensi kerugian justru dijadikan fondasi vonis pidana berat.

Dari Ruang Sidang ke Ruang Publik

Kasus Rosiady kini telah bergeser dari ruang sidang ke ruang publik. Banyak pihak menilai, vonis ini bukan hanya soal satu orang birokrat, tapi soal iklim hukum dan investasi di daerah. Jika kesalahan administratif dan perbedaan tafsir dapat dijadikan dasar pidana korupsi, maka setiap pejabat publik berisiko dikriminalisasi hanya karena tanda tangan kebijakan.

Rosiady sendiri mengaku masih akan mempertimbangkan langkah banding. “Kami akan pikir-pikir. Tapi saya percaya, kebenaran tidak akan bisa disembunyikan selamanya,” ujarnya.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Gibran ke Lombok Tengah: Sambangi Pesantren, Nikmati Makan Siang Bareng Santri dan Tuan Guru
Ketua Liga NWDI: Indonesia Jangan Bungkam, Saatnya Prabowo Pimpin Gerakan Perdamaian Global
Swasembada Pangan Prioritas Pembangunan Nasional
Disangka Sarang Narkoba, Wisma NTB Justru Tunjukkan Keteladanan: Kooperatif, Transparan, dan Bebas dari Pelanggaran
Publik Diminta Tak Risaukan Kembalinya Dwifungsi ABRI, Rachmat Hidayat: Revisi UU TNI Sama Sekali Tak Memberi Celah
Dari Letkol Tituler ke Stafsus Menhan: Perjalanan Deddy Corbuzier di Dunia Militer dan Pemerintahan
Kecelakaan Pesawat Lagi di AS! Jet Bisnis Tabrak Pesawat Lain saat Mendarat di Bandara Arizona
Squid Game 2 Pecahkan Rekor, Squid Game 3 Segera Hadir Lebih Cepat

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 12:36 WITA

Di Balik Nama Pembangunan: Dugaan Korupsi Lahan MXGP Samota Menganga

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:43 WITA

Istri Polisi Tersangka Pembunuhan, Tekanan Ekonomi Jadi Akar Tragedi Lembar

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:40 WITA

Dana Siluman Pokir: Ketika Uang Kembali, Tapi Keadilan Tak Pernah Datang

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:36 WITA

Kasus Brigadir Esco: Briptu RS dan 4 Tersangka Terancam Hukuman Berat Pasal 340 KUHP

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:53 WITA

Kuripan Berduka: Tubuh Roni Gantung Kaku, Pagi Bersuara Sunyi

Rabu, 15 Oktober 2025 - 07:08 WITA

Vonis 8 Tahun untuk Rosiady Dinilai Janggal, Penasihat Hukum Ajukan Banding

Kamis, 9 Oktober 2025 - 06:27 WITA

Korupsi Kian Merajalela, Aliansi Pecinta Keadilan NTB Serukan Reformasi Moral bagi Aparat Hukum

Rabu, 8 Oktober 2025 - 08:40 WITA

Laporan Sudah Dua Bulan, Tersangka Masih Misterius: Polisi Tunggu Apa Lagi ?

Berita Terbaru