Halontb.com – Ribuan tenaga honorer di NTB tak bisa lagi menahan kesabaran. Senin (10/3), mereka turun ke jalan, memenuhi depan Kantor DPRD NTB untuk menuntut hak mereka sebagai Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK).
Aksi ini dipicu oleh ketidakjelasan pengangkatan PPPK tahun 2025 serta Surat Edaran KemenPAN-RB yang mereka anggap merugikan. Bagi para honorer yang telah mengabdikan diri puluhan tahun, wacana pengangkatan baru pada 2026 adalah pukulan telak.
Kami sudah terlalu lama di-PHP!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu honorer yang hadir adalah Zainudin, pria 56 tahun dari Lombok Timur. Ia telah bekerja sebagai tenaga honorer sejak 1990, berpindah-pindah tugas dari dinas ke dinas tanpa kepastian status.
“Saya mengabdi di Dinas PUPR, lalu pindah ke Puskesmas Korleko sejak 2002. Gaji saya dulu hanya Rp 300 ribu, naik jadi Rp 700 ribu, tapi tetap saja tak cukup untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.
Zainudin lulus seleksi PPPK tahun 2024, tetapi hingga kini tak kunjung menerima SK pengangkatan. Jika SK baru terbit 2026, ia langsung pensiun tanpa sempat menikmati hak-haknya sebagai pegawai pemerintah.
“Ini sangat tidak adil! Kami sudah terlalu lama di-PHP pemerintah!” tegasnya.
Untuk bertahan hidup, Zainudin terpaksa bekerja serabutan menggarap sawah orang, menjadi buruh harian, bahkan mencari pekerjaan sampingan lainnya demi menyekolahkan anak-anaknya.
Tuntutan Tegas Honorer NTB
Di atas mobil komando, Koordinator Aksi, Andri, menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Mencabut Surat Edaran KemenPAN-RB yang menunda pengangkatan PPPK 2024.
2. Memastikan pengangkatan PPPK dilakukan pada 2025 tanpa diskriminasi terhadap honorer yang telah lama mengabdi.
3. Mendesak DPRD NTB untuk membawa tuntutan ini ke pemerintah pusat, termasuk Kemendagri, KemenPAN-RB, dan BKN.
“Kami tidak akan diam jika pemerintah terus menunda kejelasan nasib kami. Jangan biarkan tenaga honorer menjadi korban janji-janji politik!” seru Andri.
Aksi berlangsung damai, tetapi penuh ketegangan. Ribuan honorer dari berbagai sektor guru, tenaga medis, tenaga teknis, hingga administrasi bersatu dalam satu suara: menolak ketidakpastian.
Mereka berharap DPRD NTB tidak hanya mendengar, tetapi juga memperjuangkan aspirasi mereka hingga ke pusat. “Kami ingin bukti, bukan sekadar kata-kata manis,” pungkas salah satu peserta aksi.
Jika pemerintah tidak segera bertindak, aksi ini bisa menjadi gelombang besar yang mengguncang pusat kekuasaan. Para honorer NTB sudah cukup bersabar, sekarang saatnya mereka didengar!