Halontb.com – Di atas kertas, MXGP Samota adalah proyek kebanggaan. Tapi di lapangan, publik kini justru menatapnya dengan sinis. Pembangunan sirkuit internasional yang menyedot dana besar itu kini dituduh menjadi lahan empuk praktik busuk korupsi.
Kejati NTB secara resmi tengah menyidik pembelian lahan seluas 70 hektare di kawasan wisata Samota, Kabupaten Sumbawa. Anggaran pembelian mencapai Rp53 miliar dari APBD tahun 2023. Pemeriksaan sejumlah pejabat Pemkab Sumbawa pun telah dilakukan di Kantor Kejati NTB, Kota Mataram.
“Masih dalam tahap penyidikan,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB, Muh. Zulkifli Said. Ia menolak membeberkan identitas pejabat yang diperiksa. “Takutnya ada yang menghilangkan barang bukti,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kejaksaan menggandeng BPKP untuk menghitung potensi kerugian negara. Indikasi awal menunjukkan adanya dugaan mark up harga lahan dan penyalahgunaan kewenangan. Di tengah penyidikan, muncul satu nama yang terus disorot: mantan Bupati Lombok Timur, M. Ali Bin Dachlan, sebagai penjual lahan.
Pakar Hukum: “Jangan Lembek !”
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof. Zainal Asikin, menyatakan penegak hukum tidak boleh lembek dalam menangani kasus ini. “Ini bukan sekadar kasus teknis. Kalau ada permainan harga dan penyalahgunaan wewenang, maka ini korupsi, titik,” tegasnya.
Ia menambahkan, terlalu banyak kasus korupsi di daerah yang menguap begitu saja. “Awalnya heboh, ujungnya senyap. Publik bukan anak kecil. Mereka tahu kapan penegakan hukum sungguh-sungguh, dan kapan hanya gertak sambal,” ujarnya sarkastis.
BEM Siap Turun ke Jalan
Gerakan mahasiswa mulai bergerak. Koordinator Daerah BEM Nusantara NTB, Abed Aljabiri Adnan, menyatakan siap mengawal kasus ini hingga ke akar.
“Pembangunan harus berpihak pada rakyat, bukan pada segelintir elit yang bersembunyi di balik jargon pembangunan. Kalau Kejati lambat, kami akan turun aksi. Kajian kami sudah hampir rampung,” tegasnya.
Proyek MXGP: Antara Wisata dan Skandal
Samota Teluk Saleh, Pulau Moyo, dan Tambora seharusnya menjadi ikon kemajuan NTB. Namun hari ini, Samota justru menjadi simbol betapa mudahnya proyek megah disusupi kepentingan gelap.
Dana Rp53 miliar bukan uang kecil. Itu uang rakyat. Dan publik berhak menuntut transparansi, bukan akrobat politik.
Jika penanganan kasus ini hanya berhenti pada “penyelidikan tak berujung”, maka rakyat akan mencatat: MXGP Samota bukan hanya sirkuit balap tapi juga arena bermain para elit rakus.
“Kalau ini dibiarkan, rakyat hanya dapat debu sirkuit, sementara yang kenyang adalah para pemain di balik layar,” celetuk seorang warga Sumbawa dengan nada getir.






