Halontb.com – Hujan deras kembali menjadi mimpi buruk bagi warga Kota Mataram. Bukan semata karena guyurannya, tetapi karena dampaknya yang hampir selalu sama: banjir yang merusak, menenggelamkan harapan, dan menyisakan keprihatinan. Sejak Minggu (6/7/2025) pukul 14.00 WITA, langit Mataram gelap dan hujan turun dengan derasnya, memaksa ratusan warga menghadapi situasi darurat saat air sungai meluap memasuki permukiman.
BPBD Provinsi NTB mencatat sedikitnya sembilan titik terdampak. Kawasan-kawasan seperti Lingkungan Sweta Timur, BTN Riverside, Gedur, BTN Sweta, hingga Pengempel Indah dan Kebon Duren terendam. Beberapa lokasi bahkan lumpuh hingga Minggu malam.
Evakuasi dilakukan cepat oleh tim gabungan. TRC BPBD NTB dan Kota Mataram dibantu TNI/Polri, relawan, dan masyarakat. Mereka bahu-membahu mengevakuasi lansia, anak-anak, serta menyelamatkan barang-barang warga dari rendaman banjir. Sejumlah kerusakan juga terjadi—tembok TPST ambruk, pohon tumbang, hingga kendaraan hanyut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun musibah ini tidak hanya tentang curah hujan tinggi. Ia adalah akumulasi dari sistem drainase yang tidak memadai, urbanisasi yang tidak terencana, serta lemahnya mitigasi bencana di level kota. Di tengah kerja keras petugas lapangan, ada keresahan yang tumbuh di kalangan masyarakat: sampai kapan kita hanya akan reaktif?
“Ini bukan kali pertama, dan tampaknya bukan yang terakhir. Kami butuh langkah nyata dari pemerintah, bukan hanya saat air datang, tapi jauh sebelum itu,” ujar seorang tokoh masyarakat Kelurahan Mandalika.
Kepala BPBD NTB, Ir. H. Ahmadi, menyatakan bahwa pendataan korban dan kerugian masih berlangsung. Ia juga menekankan pentingnya kewaspadaan warga terhadap potensi bencana susulan di tengah cuaca ekstrem yang belum stabil.
Namun, seruan itu tak akan cukup jika tak dibarengi dengan pembenahan serius infrastruktur perkotaan dan pemetaan wilayah rawan banjir. Warga Mataram tak bisa terus menunggu setiap musim hujan hanya untuk dievakuasi.
Sudah saatnya penanganan banjir bukan lagi sekadar respons darurat, tetapi bagian dari kebijakan tata kota yang berkelanjutan.






