Halontb.com – Keputusan Polresta Mataram menangguhkan penahanan empat tersangka kasus penganiayaan terhadap pria berinisial BE di Sunset Land, Kota Mataram, menuai kritik tajam. Pasalnya, para pelaku sebelumnya sempat menjadi buronan selama berbulan-bulan sebelum akhirnya berhasil ditangkap oleh tim Buser Polresta Mataram pada 10 Maret 2025. Namun, belum genap sebulan sejak ditahan, mereka kini kembali menghirup udara bebas.
Kuasa hukum korban, Dr. Irpan Suriadiata, mengaku heran dengan keputusan tersebut. Menurutnya, alasan klasik bahwa tersangka bersikap kooperatif tidak bisa diterima, mengingat mereka justru sempat melarikan diri dan harus dikejar oleh kepolisian.
“Ini sangat janggal! Mereka yang sebelumnya buron dan ditangkap dengan susah payah, tiba-tiba mendapatkan penangguhan. Sementara korban yang telah menderita luka fisik dan trauma, justru tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya,” tegas Irpan saat ditemui, Senin (31/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan, keputusan penangguhan ini juga mengejutkan pihak keluarga korban. Bukran, saudara korban, mengungkapkan rasa kecewa dan malu setelah mendengar kabar bahwa salah satu tersangka, Bandi, bisa berkumpul dengan keluarganya saat Lebaran.
“Kami baru tahu dari mertua kalau Bandi sudah bebas. Ini sungguh membuat kami malu, seolah kami sudah berdamai, padahal sama sekali tidak ada perdamaian. Korban masih menderita, tapi pelaku justru bisa bersenang-senang di rumah,” ujar Bukran dengan nada kecewa.
Kronologi Kekerasan yang Kejam
Kasus ini bermula dari ajakan makan malam yang berujung tragedi. Korban BE, yang baru saja selesai menghadiri rapat di Hotel Golden Palace, diajak oleh seorang perempuan berinisial R untuk makan bersama di Sunset Land, Jalan Lingkar Selatan, Mataram. R diketahui merupakan istri dari salah satu tersangka, S.
Tanpa disangka, setibanya di lokasi, korban justru diserang oleh S dan empat rekannya. BE dihajar bertubi-tubi dengan pukulan dan tendangan. Tak puas hanya menganiaya di tempat, para pelaku kemudian menculik korban dan membawanya ke kantor debt collector PT. LNI di Desa Mantang, Lombok Tengah. Di sana, korban kembali menjadi bulan-bulanan para tersangka hingga mengalami luka lebam serta luka sobek di beberapa bagian tubuhnya.
Merasa terancam dan mengalami luka serius, korban akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polresta Mataram. Namun, alih-alih mendapatkan keadilan, kini korban dan keluarganya justru harus menerima kenyataan pahit bahwa para pelaku telah kembali bebas sebelum kasus ini tuntas di meja hijau.
Diamnya Polresta Mataram
Hingga berita ini diterbitkan, Kasatreskrim Polresta Mataram belum memberikan tanggapan resmi terkait alasan penangguhan. Masyarakat pun bertanya-tanya, apakah ada tekanan atau kepentingan tertentu di balik keputusan ini?
Kasus ini menjadi ujian bagi kepolisian dalam menegakkan hukum secara adil dan transparan. Jika aparat tidak mampu memberikan kejelasan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan semakin runtuh. Kini, sorotan tertuju pada Polresta Mataram, apakah mereka akan tetap membiarkan keputusan ini berjalan, atau justru menunjukkan keberpihakan pada keadilan bagi korban ?.