Halontb.com – Klaim ingin membantu pelaku UMKM di tengah pandemi justru menyeret Dewi Noviany ke balik jeruji. Mantan Wakil Bupati Sumbawa sekaligus adik kandung mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah itu akhirnya memenuhi panggilan penyidik dan ditetapkan sebagai tersangka keenam dalam skandal korupsi pengadaan masker tahun anggaran 2020.
Penyidikan terhadap kasus ini memang menyisakan banyak tanda tanya sejak awal. Dari pengadaan yang diklaim untuk mendorong UMKM, muncul dugaan kuat permainan harga dan peran terselubung sejumlah pejabat. Proyek senilai Rp12,3 miliar yang bersumber dari dana refocusing Covid-19 itu kini justru menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,58 miliar, sebagaimana diungkap audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
Rabu (6/8/2025), Dewi Noviany datang memenuhi panggilan setelah sempat absen karena alasan kesehatan. Pemeriksaan yang dimulai sejak pukul 10.45 WITA berlangsung penuh tekanan. Bahkan, ia sempat terlihat gemetar hingga tim medis dari RS Bhayangkara dipanggil ke ruang penyidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemeriksaan berjalan intensif. Saat itu, tersangka terlihat lemas, jadi kami putuskan panggil dokter,” jelas Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili.
Dalam pembelaannya, Dewi menyebut perannya tak lebih dari bentuk dukungan personal kepada UMKM di Sumbawa. Ia menyebut memberikan pinjaman pribadi sebesar Rp178 juta dan membantah pernah menjadi pengepul maupun koordinator dalam proyek.
“Saya tidak pernah mengatur pengadaan. Niat saya murni membantu,” katanya.
Namun, fakta hukum berkata lain. Penyidik memiliki cukup alat bukti untuk menetapkan Dewi sebagai bagian dari mata rantai kasus ini, bersama lima pejabat lain yang telah lebih dahulu ditahan:
* Wirajaya Kusuma (Kepala Biro Ekonomi Setda NTB)
* Kamaruddin (Pejabat Pembuat Komitmen)
* Chalid Tomassoang Bulu (Sekdispar NTB)
* Muhammad Haryadi Wahyudin (Fungsional DPMPTSP NTB)
* Rabiatul Adawiyah (ASN Bakesbangpoldagri NTB)
Surat penetapan tersangka dengan nomor B/673/V/RES.3.3/2025/Reskrim menjadi dasar koordinasi hukum antara kepolisian dan Kejari Mataram. Keenam tersangka dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini menjadi cermin rapuhnya pengawasan anggaran darurat saat pandemi. Di tengah krisis, sebagian oknum justru diduga menjadikan dana penanggulangan bencana sebagai ladang bancakan.
“Tidak peduli siapa yang terlibat. Proses hukum akan kami jalankan dengan profesional,” tegas AKP Regi.
Kini, publik menanti: akankah pengadilan membongkar sepenuhnya siapa aktor utama dalam pusaran proyek masker yang sarat aroma manipulasi ini ? .






