Halontb.com – Dugaan skandal fee proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) SMA 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB) semakin panas. Sejumlah kontraktor akhirnya angkat bicara, membongkar dugaan praktik jual beli proyek fiktif yang membuat mereka merugi hingga miliaran rupiah.
Skema yang dijalankan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SMA, berinisial LSW, terbilang licik. Ia menjanjikan proyek DAK kepada sejumlah kontraktor dengan syarat mereka harus lebih dulu menyetor uang dalam jumlah besar. Untuk meyakinkan para korban, LSW membawa nama LGA, yang saat itu menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur NTB dan kini kembali ke posisi Sekda NTB.
Salah satu korban berinisial S mengungkapkan bahwa ia diminta mengumpulkan dana hingga Rp3,5 miliar dari para kontraktor. Janji proyek yang diberikan membuat para kontraktor percaya dan rela menyetor uang dalam jumlah besar. Namun, setelah uang disetorkan, proyek yang dijanjikan tak pernah terealisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami dijanjikan proyek DAK 2024, tapi sampai hari ini, SPK saja kami tidak terima. Ini jelas penipuan,” kata S, Jumat (21/3/2025).
Uang hasil dugaan pemerasan ini diduga dialirkan ke beberapa rekening yang berkaitan dengan pejabat tertentu. Nama AAJ dan Mu, dua pegawai Dikbud NTB, disebut sebagai pihak yang menerima aliran dana melalui rekening BCA. Kedua nama ini disebut memiliki hubungan dengan istri LGA.
Selain itu, SF, yang diduga istri LSW, juga ikut menerima aliran dana melalui rekening BRI. Bahkan, sebagian uang diserahkan secara tunai di hotel-hotel di Mataram serta kediaman LSW, dengan total mencapai Rp1,08 miliar.
Bukan hanya korban dari Lombok Timur, seorang kontraktor asal Bima berinisial B juga mengalami nasib serupa. Ia mengaku menyetorkan uang hingga Rp272 juta setelah dijanjikan proyek rehabilitasi di SMAN 1 Donggo dan SMAN 2 Gerung. Namun, proyek yang dijanjikan tidak pernah ia terima.
Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB memilih bungkam. Kepala dinas Aidy Furqan belum memberikan tanggapan, sementara Plt Kabid SMA Supriadi menyebut bahwa kasus ini adalah masalah pribadi LSW dan bukan bagian dari kebijakan dinas.
Para korban kini mendesak Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal, untuk segera membersihkan birokrasi dari praktik-praktik kotor seperti ini. Mereka juga telah menyiapkan bukti-bukti kuat, termasuk rekening koran, bukti transfer, dan rekaman audio sebagai dasar laporan ke Polda NTB dan Kejati NTB.
Kasus ini menjadi pertaruhan bagi integritas birokrasi di NTB. Akankah kasus ini ditindak tegas, atau justru menjadi skandal yang berlalu begitu saja?






