Halontb.com – Sosok Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lombok Tengah, Lalu Iqra Hafiddin, kini tengah menjadi pusat perhatian setelah dirinya ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB. Ia diduga melakukan penipuan dan pemerasan dengan total kerugian mencapai Rp 180 juta.
Modus operandi yang digunakan pelaku cukup licik. Ia mengaku sebagai seorang pengacara dan menawarkan jasa konsultasi hukum kepada korban. Dengan dalih menangani sebuah perkara di Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB, pelaku meyakinkan korban untuk menyerahkan sejumlah uang.
Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa pelaku semakin agresif setelah berhasil mendapatkan uang dari korban. “Setelah mendapatkan keuntungan awal, pelaku mulai menekan korban agar menyerahkan uang lebih banyak lagi,” ujarnya pada Sabtu (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Korban yang awalnya percaya, akhirnya sadar setelah terus-menerus diminta uang dalam jumlah besar. Hingga kasus ini terungkap pada 7 Maret 2025, pelaku telah mengantongi Rp 180 juta dari aksinya.
Lebih mengejutkan, pelaku diduga memalsukan dokumen kepolisian untuk memperkuat skenario penipuannya. Polisi telah mengamankan surat panggilan palsu yang seolah-olah berasal dari Ditreskrimum Polda NTB, beserta sejumlah barang bukti lainnya seperti kartu advokat atas nama Lalu Iqra, stempel kepolisian, dan surat undangan klarifikasi palsu tertanggal 23 Januari 2025.
Tak hanya itu, barang-barang pribadi milik pelaku juga turut disita, termasuk MacBook Air, telepon genggam, kartu SIM, buku tabungan BCA, serta mobil Wuling merah metalik bernopol DR 1858 SK.
Kini, Lalu Iqra telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan. “Tersangka sudah resmi ditahan,” tegas Kombes Pol Syarif.
Skandal ini menjadi pukulan besar bagi organisasi kepemudaan di Lombok Tengah, mengingat Lalu Iqra selama ini dikenal sebagai tokoh muda yang aktif di berbagai kegiatan. Kasus ini pun masih terus dikembangkan untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain yang mengalami nasib serupa.






