Halontb.com – Aksi debt collector yang bertindak di luar batas hukum kembali terjadi di NTB. Seorang aktivis berinisial F mengalami kejadian tak mengenakkan setelah mobil yang digunakannya diduga dirampas paksa oleh oknum debt collector dari PT Lombok Nusantara Indonesia (LNI). Tidak hanya itu, ia juga diminta membayar uang tebusan sebesar Rp20 juta agar kendaraan tersebut tidak disita lebih lanjut.
Kasus ini kini telah resmi dilaporkan ke Polda NTB atas dugaan pemerasan dan perampasan. Aparat kepolisian pun berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Dibawa dengan Dalih ke Bank, Berujung di Kantor Debt Collector
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa ini bermula di kawasan Cakranegara, ketika F sedang bertamu di rumah rekannya. Saat itu, sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector mendatanginya dan meminta agar ia segera membawa mobilnya ke kantor CIMB Niaga untuk mengurus urusan kredit.
Namun, dalam perjalanan, F merasa ada yang tidak beres. Alih-alih ke bank, ia malah diarahkan ke kantor PT LNI yang berlokasi di Jalan Brawijaya. Setibanya di sana, para debt collector langsung menyatakan bahwa mobilnya harus ditarik karena ada tunggakan angsuran.
F kemudian diberi dua pilihan: menyerahkan mobilnya atau membayar Rp20 juta agar kendaraan tersebut tidak diambil.
“Klien kami dipaksa membayar Rp20 juta dengan alasan agar mobil tidak disita. Ini jelas pemerasan yang berkedok penarikan kendaraan,” ujar Hendrawan Saputra, kuasa hukum F, Jumat (7/3/2025).
Tidak memiliki pilihan lain dan merasa diperlakukan tidak adil, F akhirnya melaporkan kejadian ini ke Polda NTB.
Polisi Geram: Janji Tindak Tegas Pelaku
Laporan dugaan pemerasan dan perampasan ini telah diterima oleh penyidik Ditreskrimum Polda NTB. Pihak kepolisian menegaskan akan segera menindaklanjuti kasus tersebut.
“Kami akan menyelidiki kasus ini lebih dalam. Praktik seperti ini sangat meresahkan dan harus segera ditindak,” tegas Aipda M. Chalid.
Jerat Hukum untuk Debt Collector Premanisme
Berdasarkan hukum, penarikan kendaraan akibat kredit macet harus dilakukan sesuai prosedur yang sah, yaitu melalui jalur pengadilan. Sesuai dengan Undang-Undang Fidusia, perusahaan leasing maupun debt collector tidak berhak sembarangan mengambil kendaraan tanpa keputusan hukum.
Namun, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Banyak debt collector bertindak sewenang-wenang, menggunakan cara-cara kasar, intimidatif, hingga pemerasan untuk menekan pemilik kendaraan. Kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi, dan bisa dipastikan akan terus berulang jika tidak ada tindakan tegas dari aparat kepolisian.
Masyarakat kini menanti apakah Polda NTB akan benar-benar menegakkan hukum atau kasus ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak laporan yang tak berujung. Apakah debt collector yang bertindak seperti preman akan tetap bebas berkeliaran?
Semua mata kini tertuju pada langkah yang akan diambil oleh pihak kepolisian.






