Halontb.com – Di balik pembangunan jalan desa yang seharusnya membawa manfaat, proyek peningkatan jalan senilai Rp6,4 miliar di Desa Terong Tawah, Kecamatan Labuapi, justru memunculkan kegelisahan. Warga mempertanyakan kualitas proyek yang tengah dikerjakan oleh PT Sinar Emas Samudra tersebut. Dugaan penggunaan material tidak layak dan kelalaian teknis di lapangan menjadi sorotan tajam.
Hasil penelusuran di lapangan menemukan sejumlah kejanggalan. Penimbunan drainase, misalnya, menggunakan material tanah bercampur sampah rumah tangga dan sisa galian proyek lain. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius: apakah proyek dengan anggaran miliaran rupiah ini diawasi dengan ketat oleh pihak terkait?
Tokoh masyarakat setempat, H. Tohri, secara terbuka menyuarakan keresahan warga. Ia menduga proyek ini lebih mengejar kecepatan dan efisiensi biaya dibanding mutu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jangan sampai proyek hanya jadi simbol serapan anggaran, tapi merugikan warga dan pemerintah sendiri. Kalau materialnya saja sudah dipertanyakan, bagaimana bisa jalan ini awet bertahun-tahun?” kritik Tohri saat ditemui wartawan.
Selain mutu material, warga juga mengeluhkan debu pekat dari lokasi proyek yang tak kunjung disiram air. Akibatnya, aktivitas harian warga terganggu, terutama anak-anak dan lansia yang terpapar langsung oleh polusi debu.
Pengawasan Lemah, Siapa Bertanggung Jawab?
Di tengah kekhawatiran warga, muncul pertanyaan soal sejauh mana pengawasan dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Barat. Kepala Dinas PUPR, Ahad Legiarto, yang dikonfirmasi pada Jumat (27/6/2025), mengaku belum menerima laporan resmi dari tim pengawas di lapangan. Namun, ia menegaskan akan segera turun langsung ke lokasi.
“Kalau benar ada pelanggaran teknis, saya tak segan-segan perintahkan pembongkaran. Tidak boleh ada toleransi terhadap proyek asal-asalan,” tegasnya.
Ahad menyebut, pihaknya telah menerapkan sistem pengawasan teknis sesuai aturan, tapi tetap membuka ruang evaluasi berdasarkan masukan dari masyarakat.
Benarkah Ada Pembiaran?
Dugaan bahwa pelaksana proyek mencoba menghemat biaya dengan menggunakan material sub-standar memunculkan isu serius: apakah pengawas teknis proyek dari pihak rekanan maupun dinas melakukan pembiaran?
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa sudah sejak awal proyek ini menuai sorotan karena jadwal kerja yang terlalu padat dan tekanan menyelesaikan proyek dalam waktu 150 hari kalender. “Kadang ada kompromi di lapangan. Tapi kompromi terhadap kualitas bisa jadi bom waktu,” ungkapnya.
Desak Transparansi dan Audit Proyek
Sejumlah aktivis pengawasan anggaran di Lombok Barat mulai mendesak dilakukan audit terhadap proyek ini. Mereka menilai, proyek bernilai miliaran rupiah seperti ini harus transparan sejak perencanaan hingga pelaksanaan.
“Jangan tunggu jalan rusak dulu baru bertindak. Ini soal integritas pelaksana dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjaga kualitas pembangunan,” kata Lalu Raka, salah satu pemerhati kebijakan publik.
Kini, publik menanti langkah tegas dari Dinas PU dan Pemkab Lombok Barat. Apakah akan ada tindak lanjut nyata? Ataukah kasus ini akan hilang begitu saja di tengah tumpukan laporan serapan anggaran ? .






