Skandal Utang RSUP NTB: BPK Selidiki Rp 193 Miliar yang Menguap dalam Belanja Rumah Sakit

- Wartawan

Jumat, 21 Februari 2025 - 05:39 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Direktur RSUP NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra (Dokter Jack). (Foto: Istimewa)

Direktur RSUP NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra (Dokter Jack). (Foto: Istimewa)

Halontb.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai mengaudit kelebihan belanja di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB yang mencapai angka mencengangkan, Rp 193 miliar. Angka ini menimbulkan polemik, apakah rumah sakit benar-benar kekurangan subsidi dari pemerintah daerah, atau justru ada celah dalam sistem keuangannya yang membuat anggaran membengkak?

Audit ini dilakukan dalam kategori Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan diperkirakan akan berlangsung selama 38 hari sejak Senin (17/2). Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Drs. Ervan Anwar, MM, mengonfirmasi bahwa BPK telah memulai entry meeting untuk pemeriksaan tahap awal.

“Pemeriksaan ini akan mengungkap bagaimana pola belanja di RSUP NTB, apakah sesuai regulasi atau ada potensi penyimpangan,” kata Ervan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satu aspek yang disoroti dalam audit ini adalah mekanisme keuangan RSUP NTB yang mengizinkan pengeluaran lebih dahulu sebelum ada kepastian pembayaran. Sistem ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah utang ratusan miliar ini bisa dihindari atau memang menjadi konsekuensi dari sistem layanan kesehatan yang diterapkan rumah sakit.

Direktur RSUP NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra, yang akrab disapa Dokter Jack, justru menyambut audit ini dengan tangan terbuka. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan ini akan membantu pemerintah daerah memahami beban keuangan rumah sakit.

“Senang saya kalau diaudit. Supaya Pemprov tahu kewajibannya untuk membayar ini. Tidak masalah, supaya kita tahu berapa Pemprov mensubsidi. Kalau tidak begitu, kita tidak tahu,” ujarnya.

Namun, sistem pengelolaan keuangan rumah sakit yang memungkinkan utang sebesar ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk DPRD NTB yang telah lama menyoroti masalah ini.

Dokter Jack menjelaskan bahwa sistem belanja di RSUP NTB memang memungkinkan pembelian barang sebelum ada kepastian pembayaran. Contohnya, rumah sakit bisa membeli obat dalam jumlah besar untuk kebutuhan layanan pasien, tetapi jika penggunaan obat lebih sedikit dari yang diperkirakan, maka sisa stok dianggap sebagai kelebihan belanja.

“Jadi misalnya kita beli alat kesehatan atau obat-obatan dalam jumlah besar untuk memastikan layanan tetap berjalan. Kalau dalam praktiknya tidak semua barang terpakai dalam satu tahun, sisa barang tersebut bisa dianggap sebagai kelebihan belanja. Padahal, barangnya ada, bukan pengadaan fiktif,” jelasnya.

Di luar RSUP NTB, BPK juga tengah melakukan audit terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) NTB 2024 yang mencakup seluruh OPD di NTB. Beberapa OPD akan dipilih sebagai sampel pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah bebas dari kejanggalan.

Hasil audit ini akan menjadi penentu, apakah kelebihan belanja RSUP NTB ini hanyalah konsekuensi dari sistem pengelolaan yang ada, atau justru mengindikasikan masalah yang lebih serius dalam perencanaan keuangan daerah. Dengan angka defisit yang begitu besar, publik menanti jawaban: Apakah ini kesalahan teknis atau ada yang lebih dalam dari sekadar utang rumah sakit?

Facebook Comments Box

Editor : Reza

Berita Terkait

“Baju Seragam, Tangan Bercincin, dan Pitingan Maut” Dua Polisi Diperkarakan atas Kematian Rekan Sendiri
Di Balik Nama Pembangunan: Dugaan Korupsi Lahan MXGP Samota Menganga
Lapas Lombok Barat Tegaskan Komitmen Berantas Halinar Lewat Deklarasi Nasional Imipas 2025
Istri Polisi Tersangka Pembunuhan, Tekanan Ekonomi Jadi Akar Tragedi Lembar
Dana Siluman Pokir: Ketika Uang Kembali, Tapi Keadilan Tak Pernah Datang
Kasus Brigadir Esco: Briptu RS dan 4 Tersangka Terancam Hukuman Berat Pasal 340 KUHP
Kuripan Berduka: Tubuh Roni Gantung Kaku, Pagi Bersuara Sunyi
Vonis 8 Tahun untuk Rosiady Dinilai Janggal, Penasihat Hukum Ajukan Banding

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 00:04 WITA

PMII Mataram Menyala Lagi: Konfercab Lahirkan Kepemimpinan dan Arah Baru Gerakan

Minggu, 19 Oktober 2025 - 15:46 WITA

Pintu Harapan Terbuka: 1.447 Mahasiswa Universitas Mataram Terima Beasiswa KIP Kuliah 2025 Langkah Nyata Menuju Akses Pendidikan Inklusif di NTB

Minggu, 19 Oktober 2025 - 14:58 WITA

Menjelang Pilrek Unram Memanas: Sanksi Etik Guru Besar Jadi Sorotan, Humas Buka Suara

Senin, 13 Oktober 2025 - 16:06 WITA

Kisruh Pilrek Unram: Sanksi Etik Sepihak, Intervensi Pemilihan, dan Pelantikan Tanpa Dasar Hukum

Kamis, 2 Oktober 2025 - 13:24 WITA

SMAN 1 Narmada Hidupkan Semangat Kreativitas Pelajar Lewat Kolaborasi dengan Good Day Schoolicious

Kamis, 2 Oktober 2025 - 13:19 WITA

Rapat Evaluasi SMAN 1 Narmada: Dari Refleksi Guru Hingga Penerapan Pembelajaran Bermakna

Jumat, 19 September 2025 - 23:53 WITA

Disorot Pungli, SMKN 3 Mataram Tunjukkan Transparansi: Dana Sumbangan Sukarela, Bukan Iuran Wajib

Minggu, 14 September 2025 - 08:07 WITA

Rapat Besar 21 SMK Mitra Sakana Perkasa Ikari Group: Menyatukan Visi Pendidikan dan Industri di NTB

Berita Terbaru