Ferry Irwandi Ungkap Peran Kayu Besar dalam Kerusakan Jembatan di Sumatera

- Wartawan

Rabu, 24 Desember 2025 - 03:16 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Influencer sekaligus aktivis kemanusiaan Ferry Irwandi menyampaikan analisis ilmiah terkait dampak kayu hanyut dalam banjir bandang di Sumatera. (Foto: Istimewa)

Influencer sekaligus aktivis kemanusiaan Ferry Irwandi menyampaikan analisis ilmiah terkait dampak kayu hanyut dalam banjir bandang di Sumatera. (Foto: Istimewa)

Halontb.com – Di tengah upaya pemulihan pascabanjir bandang di Sumatera, muncul satu temuan penting yang jarang disorot: gelondongan kayu berukuran besar justru berperan besar dalam memperparah kerusakan infrastruktur dan memicu ancaman banjir lanjutan.

Temuan tersebut diangkat influencer sekaligus aktivis kemanusiaan, Ferry Irwandi, melalui analisis berbasis ilmu fluida dan hidrodinamika. Lewat akun Instagram pribadinya @irwandiferry pada Selasa, 23 Desember 2025, Ferry memaparkan pandangannya terkait penyebab rusaknya jembatan dan meluasnya dampak banjir.

“Semalam belajar ulang soal fluide, hipotesis gue sejauh ini, yang menghancurkan jembatan itu bukan cuma deras airnya saja tapi batang kayu besar yang dibawa,” tulis Ferry.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut CEO Malaka Project tersebut, batang kayu yang hanyut bersama arus banjir memiliki efek destruktif yang jauh lebih besar dari sekadar volume air. Ia menjelaskan bahwa kayu menciptakan tekanan tambahan saat menghantam bangunan di titik-titik sempit sungai.

“Secara hidrodinamika, batang kayu-kayu besar yang terbawa arus itu meningkatkan drag force (gaya hambat) dan impact load (beban benturan) yang menciptakan beban dan tekanan tambahan,” jelasnya.
“Terutama di titik-titik sempit seperti jembatan dan tikungan sungai,” tambah Ferry.

Fenomena ini, kata Ferry, menjelaskan mengapa sejumlah jembatan di Sumatera runtuh meski secara struktur masih relatif kokoh. Kayu-kayu besar tersebut berfungsi layaknya alat pemukul raksasa yang terus menghantam konstruksi hingga akhirnya gagal menahan beban.

Analisis ini relevan dengan kondisi pascabanjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada akhir November 2025 lalu. Di lapangan, kerusakan jembatan, akses jalan terputus, serta distribusi bantuan yang tersendat masih menjadi persoalan utama dalam fase pemulihan.

Namun, Ferry menilai masalah tersebut akan terus berulang jika sisa material banjir, terutama kayu, tidak ditangani secara serius. Dari pengamatannya terhadap ratusan citra udara, banyak sungai di Sumatera memiliki karakter hulu yang curam dengan aliran sempit akibat infrastruktur yang tidak ramah secara hidrolika.

“Bottleneck buatan, bukaan sempit tidak ramah secara hidrolika, begitu alirannya ketahan langsung dampaknya ke warga,” ucapnya.

Ia menyebut kondisi tersebut serupa dengan yang dihadapi negara-negara rawan banjir bandang seperti Swiss dan Jepang.
“Kita bikin simpel, kayu-kayu besar ini disebut driftwood, negara macam US, Jepang, Swiss menghadapi masalah yang sama,” terang Ferry.

Berdasarkan praktik internasional, Ferry menegaskan bahwa solusi tidak harus dimulai dengan membersihkan seluruh aliran sungai.
“Negara macam US, Jepang, swiss menghadapi masalah yang sama waktu banjir bandang dan ini menyebabkan apa yang disebut sebagai logjam,” ujarnya.

Langkah paling krusial, menurutnya, adalah menormalkan titik-titik rawan penyumbatan.
“Bersihin bottlenecknya, jembatan, tikungan sungai, pertemuan anak sungai ini harus beres dulu buat aliran stabil dan minim jebolan susulan,” sebutnya.

Selain itu, ia mendorong pemasangan penahan kayu di bagian hulu sungai sebagai upaya pencegahan jangka panjang.
“Pasang dulu wood debris barrier di hulu DAS, di Jepang disebut sabo dam, fungsinya air lewat kayu ketahan,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, Ferry juga melihat potensi ekonomi dari kayu sisa banjir jika dikelola dengan tepat melalui kolaborasi lintas sektor.
“BNPB sebagai komando, buat standar teknis, BUMdes atau UMKM, yang mengolah kayunya, sama ciptain nilai ekonomi lokal,” tandasnya.*

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Banjir Bandang Aceh Tamiang: Saat Pesantren Menahan Jutaan Gelondongan Kayu

Berita Terkait

Kamis, 25 Desember 2025 - 06:29 WITA

Tanpa Padam Saat Ibadah, PLN Hadirkan Terang Natal 2025 di Seluruh NTB

Rabu, 24 Desember 2025 - 16:05 WITA

Dari Gardu hingga Gereja: Strategi PLN NTB Amankan Listrik Perayaan Natal 2025

Rabu, 24 Desember 2025 - 16:02 WITA

PLN Rampungkan Pemulihan Sistem Kelistrikan Aceh, Distribusi ke Masyarakat Jadi Prioritas Utama

Rabu, 24 Desember 2025 - 15:58 WITA

Negara Hadir di Tengah Banjir Aceh, PLN Pastikan Layanan Publik Bangkit Lebih Aman

Rabu, 24 Desember 2025 - 15:55 WITA

Dari Listrik hingga Air Bersih, BUMN Bergerak Bersama Percepat Pemulihan Aceh Pascabencana

Rabu, 24 Desember 2025 - 12:13 WITA

Siaga Penuh di Hari Jadi NTB, Listrik Andal Jadi Penopang Utama Upacara HUT ke-67

Rabu, 24 Desember 2025 - 09:27 WITA

Progres Proyek Jalan Nasional di NTB Capai Tahap Akhir, Satker Tegaskan Fokus pada Penyempurnaan

Sabtu, 20 Desember 2025 - 12:42 WITA

Pedagang Menjerit, Program MBG Disinyalir Buat Pasar Tradisional di Lombok Barat Sepi

Berita Terbaru