Halontb.com – Satu demi satu topeng mulai terlepas dalam kasus mega proyek Lombok City Center (LCC). Status Justice Collaborator (JC) yang disandang mantan Direktur PT Tripat, Lalu Azril Supandi, mengubah arah penyidikan. Ia tak lagi bersembunyi di balik penyangkalan, melainkan membuka fakta mengejutkan: adanya aliran dana miliaran rupiah yang menyeret nama mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Aroni.
Dalam pengakuannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTB, Sabtu (13/9), Azril menceritakan detail pertemuan pada 27 Oktober 2013 di Senayan City, Jakarta. Pertemuan yang semula hanya makan malam santai bersama keluarga besar PT Bliss, ternyata menyimpan isyarat gelap.
“Pak Zaini sambil berjalan berkata, Ril, coba tanyain dong, apa buat kita. Kalimat itu saya teruskan ke Else Tanihaha. Dari situlah semuanya bergulir,” tutur Azril.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan, draft awal kerja sama antara PT Tripat dan PT Bliss sangat menguntungkan PT Tripat. Namun, dalam akta final, jatah besar itu hilang. Yang seharusnya menjadi hak PT Tripat senilai Rp1 miliar, justru hanya tersisa Rp300 juta. Sisanya, Rp700 juta, disebut Azril “dialihkan” untuk Bupati.
Tak berhenti di situ. Azril juga mengaku menjadi kurir uang tunai Rp800 juta sehari setelah rapat finalisasi, 29 Oktober 2013. “Saya diminta Else mengantarkan uang ke Lombok. Sesampainya di pendopo, saya serahkan langsung kepada Pak Zaini. Itu untuk melengkapi Rp200 juta sebelumnya, sehingga genap Rp1 miliar,” ujarnya.
Untuk menghindari kecurigaan, uang tersebut dibagi dalam dua tas. Satu ia bawa sendiri, satu lagi dititipkan ke rekannya. “Saya tidak ambil sepeser pun. Uang itu saya letakkan persis di sisi kanan kursi Pak Zaini,” tegasnya.
Pengakuan ini, menurut JPU Hasan Basri, akan menjadi “pisau tajam” dalam pembuktian kasus LCC. “Kami nilai keterangan JC ini sangat signifikan. Semua akan diuji di pengadilan,” katanya.
Namun pihak Zaini Aroni menolak keras tuduhan itu. Kuasa hukumnya, Hijrat Prayitno, menilai pengakuan Azril justru bermuatan pemerasan. “Pernyataan tanpa bukti yang kuat. Klien kami tidak pernah menerima uang sebagaimana dituduhkan,” bantahnya.
Kasus LCC sendiri bermula dari keputusan Pemkab Lombok Barat menyertakan modal ke PT Tripat, lalu menggandeng PT Bliss Pembangunan Sejahtera. Lahan Pemkab 4,8 hektare dijadikan jaminan pinjaman Rp264 miliar di Bank Sinarmas untuk pembangunan LCC. Tanpa kejelasan pengembalian, aset daerah itu kini diperkirakan merugikan negara hingga Rp38 miliar.
Kini publik menanti, apakah pengakuan JC akan benar-benar membuka tabir permainan gelap di balik proyek yang sejak awal dipromosikan sebagai simbol kemajuan, namun justru berubah menjadi skandal hukum terbesar di Lombok Barat.






