ALPA NTB Sebut Kejati Macan Ompong, Penyidik: “Kami Serius, Tunggu Hasil BPKP”

- Wartawan

Selasa, 26 Agustus 2025 - 07:38 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aktivis ALPA NTB berdialog dengan Kasi Pidsus Kejati NTB, menagih kejelasan penanganan kasus dugaan korupsi lahan Samota. (Foto: Istimewa)

Aktivis ALPA NTB berdialog dengan Kasi Pidsus Kejati NTB, menagih kejelasan penanganan kasus dugaan korupsi lahan Samota. (Foto: Istimewa)

Halontb.com – Kasus pembelian lahan 70 hektar untuk pembangunan Sirkuit MXGP di Samota, Sumbawa, terus menjadi sorotan tajam publik. Aliansi Pemuda Aktivis (ALPA) NTB menuding Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB sengaja memperlambat penanganan perkara. Mereka bahkan menyebut lembaga hukum itu “macan ompong” karena hingga kini belum ada satu pun tersangka diumumkan.

Direktur ALPA NTB, Herman, menegaskan bahwa rakyat sudah terlalu lama menunggu kepastian. “Kalau berkasnya sudah setebal bantal tapi tidak ada tersangka, itu bukan penegakan hukum, itu pembusukan hukum. Jangan sampai hukum diperjualbelikan hanya karena melibatkan nama besar,” ujarnya lantang dalam aksi unjuk rasa di Mataram, Selasa (26/8/2025).

ALPA menilai skandal Samota bukan sekadar jual beli tanah, melainkan praktik pemufakatan jahat yang menguntungkan segelintir pihak. Transaksi senilai Rp 53 miliar untuk membeli tanah dari Ali Bin Dachlan (Ali BD), mantan Bupati Lombok Timur, dinilai tidak wajar dan sarat dugaan mark-up.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kejati NTB: “Kami Serius, Kendalanya Audit BPKP”

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati NTB, Hendarsyah, menegaskan pihaknya tidak main-main dalam penanganan kasus Samota. Menurutnya, lambannya proses bukan karena ada intervensi, melainkan murni kendala teknis di tahap audit.

“Jangan khawatir, perkara ini tetap berjalan. Kendalanya sekarang tinggal penghitungan kerugian negara. Itu bukan kami yang tentukan, tapi BPKP sebagai auditor resmi. Kami sudah berkali-kali mengajukan permohonan, sudah sering bolak-balik, tapi progresnya memang belum sesuai yang kami harapkan,” jelas Hendarsyah di hadapan massa aksi.

Ia menekankan bahwa hasil perhitungan kerugian negara adalah alat bukti penting dalam kasus korupsi. Tanpa itu, penyidikan tidak bisa dilanjutkan ke tahap penetapan tersangka.

“Kalau saya memaksakan perkara ini tanpa perhitungan resmi, justru kami yang salah. Karena di persidangan, alat bukti itu akan diuji. Jadi faktanya sekarang kami masih menunggu hasil BPKP. Itu saja masalahnya, bukan ada yang ditutup-tutupi,” tambahnya.

Kendala Utama: Keterbatasan Ahli Pertanahan

Hendarsyah juga menyebut ada kendala teknis lain, yakni belum adanya ahli pertanahan di NTB yang dapat memenuhi kebutuhan audit. “BPKP kemarin meminta tambahan ahli pertanahan. Sayangnya di NTB memang belum ada ahli tersebut. Kami sudah berupaya mencari, tinggal menunggu apakah sesuai dengan kebutuhan auditor. Kalau itu sudah terpenuhi, pasti akan ada progres,” ungkapnya.

Ia menegaskan Kejati NTB tidak diam. Bahkan, penyidik terus berkoordinasi dan mendorong percepatan audit. “Kami serius, jangan disangka kami diam. Silakan rekan-rekan cek ke BPKP, kami sudah berkali-kali mengajukan. Begitu hasil kerugian negara keluar, pasti akan ada tindak lanjut,” katanya.

Publik Masih Menunggu

Meski sudah ada penjelasan dari Kejati, publik tetap menaruh curiga. Bagi ALPA NTB dan sejumlah tokoh masyarakat, kasus Samota sudah terlalu lama “dibekukan”. Mereka menegaskan bahwa keterlambatan ini hanya menambah kecurigaan adanya upaya melindungi aktor besar di balik transaksi Rp 53 miliar tersebut.

Pertanyaan publik pun tetap sama: apakah Kejati NTB berani menetapkan tersangka begitu hasil audit keluar, atau kasus Samota akan kembali menjadi “file tebal” yang menumpuk tanpa akhir di meja kejaksaan ? .

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Sirkuit Samota: Dari Mimpi Balapan Dunia Jadi Lintasan Skandal Anggaran Rp53 Miliar
Ketika Tanah Negara ‘Disulap’ Jadi Milik Pribadi: Praperadilan Mantan Pejabat BPN Ambruk di Mataram
“Baju Seragam, Tangan Bercincin, dan Pitingan Maut” Dua Polisi Diperkarakan atas Kematian Rekan Sendiri
Di Balik Nama Pembangunan: Dugaan Korupsi Lahan MXGP Samota Menganga
Lapas Lombok Barat Tegaskan Komitmen Berantas Halinar Lewat Deklarasi Nasional Imipas 2025
Istri Polisi Tersangka Pembunuhan, Tekanan Ekonomi Jadi Akar Tragedi Lembar
Dana Siluman Pokir: Ketika Uang Kembali, Tapi Keadilan Tak Pernah Datang
Kasus Brigadir Esco: Briptu RS dan 4 Tersangka Terancam Hukuman Berat Pasal 340 KUHP

Berita Terkait

Minggu, 2 November 2025 - 14:03 WITA

Ketika Tanah Negara ‘Disulap’ Jadi Milik Pribadi: Praperadilan Mantan Pejabat BPN Ambruk di Mataram

Senin, 27 Oktober 2025 - 23:25 WITA

“Baju Seragam, Tangan Bercincin, dan Pitingan Maut” Dua Polisi Diperkarakan atas Kematian Rekan Sendiri

Rabu, 22 Oktober 2025 - 12:36 WITA

Di Balik Nama Pembangunan: Dugaan Korupsi Lahan MXGP Samota Menganga

Selasa, 21 Oktober 2025 - 06:45 WITA

Lapas Lombok Barat Tegaskan Komitmen Berantas Halinar Lewat Deklarasi Nasional Imipas 2025

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:43 WITA

Istri Polisi Tersangka Pembunuhan, Tekanan Ekonomi Jadi Akar Tragedi Lembar

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:40 WITA

Dana Siluman Pokir: Ketika Uang Kembali, Tapi Keadilan Tak Pernah Datang

Jumat, 17 Oktober 2025 - 00:36 WITA

Kasus Brigadir Esco: Briptu RS dan 4 Tersangka Terancam Hukuman Berat Pasal 340 KUHP

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:53 WITA

Kuripan Berduka: Tubuh Roni Gantung Kaku, Pagi Bersuara Sunyi

Berita Terbaru