Didu mencontohkan, di Pulau Lombok misalnya. Pada Pemilu Legislatif tahun 2019 lalu, total ada 2.700.836 pemilih di Pulau Seribu Masjid. Namun, di antara mereka, hanya 2.146.122 yang menggunakan hak pilih. Itu pun, dari mereka yang memilih tersebut, terdapat 276.313 suaranya dinyatakan tidak sah. Sementara angka golput Pileg 2019 di Pulau Lombok sebanyak 554.714 pemilih.
Pun begitu pada Pilpres 2019. Di NTB, dari total 3.040.686 pemilih, hanya 2.289.316 yang datang ke bilik suara dan menyalurkan hak pilihnya. Sehingga total ada 751.370 pemilih yang golput. Sebuah angka yang tentu saja sangat besar.
Majunya Kepala Desa dalam Pilkada 2024, menurut hasil kajian Mi6, akan dapat berkontribusi positif terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam ajang pesta demokrasi. Sebab, kata Didu, hadirnya kandidat dari Kepala Desa, akan menjadikan pesta demokrasi lebih berwarna. Masyarakat tidak lagi dihadapkan pada kandidat yang itu-itu saja. Kalau tidak politisi, pasti dari kalangan birokrat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apalagi dengan keberadaan pemilih muda yang bakal mendominasi pesta demokrasi tahun depan, yang jumlahnya 2,1 juta orang di NTB, atau setara dengan 54 persen jumlah pemilih. Didu menegaskan, preferensi anak-anak muda terhadap calon pemimpin dalam Pemilu dan Pilkada sangat berbeda, sehingga ini sudah pasti akan turut mewarnai secara signifikan pesta demokrasi tahun depan.
Sebagai pemimpin yang lahir dari desa, Kepala Desa kata Didu, memiliki kepekaan yang unik terhadap kebutuhan masyarakatnya. Kedekatannya dengan masyarakat akar rumput pun sudah teruji. Karena itu, keputusan Kepala Desa untuk turut serta dalam Pilkada tahun depan, sudah pasti akan dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat.






