Halontb.com – Perjuangan panjang M. Fihiruddin, S.Pd, akhirnya menemukan secercah harapan setelah Pengadilan Tinggi (PT) Mataram melalui Putusan No. 182/PDT/2024/PT.Mtr, tanggal 22 Januari 2025, memutuskan untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram No. 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr. Dalam amar putusannya, PT Mataram menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Fihiruddin dinyatakan “tidak dapat diterima” (niet ontvankelijke verklaard).
Putusan ini menjadi pukulan balik bagi PN Mataram yang sebelumnya menolak permohonan ganti rugi dari Fihiruddin. Menurut M. Ihwan, S.H., M.H., kuasa hukum Fihiruddin yang akrab disapa Iwan Slenk, putusan ini membuktikan bahwa PN Mataram keliru dalam menerapkan hukum. Ia menegaskan bahwa hak-hak Fihiruddin yang sebelumnya tertutup akibat putusan PN kini kembali terbuka.
Kasus ini bermula dari penahanan yang dialami oleh Fihiruddin akibat tuduhan perbuatan melawan hukum yang tak pernah terbukti. Dalam prosesnya, ia merasa hak kemerdekaannya dirampas tanpa dasar hukum yang jelas. Hal ini memunculkan perjuangan hukum untuk memperoleh ganti rugi atas penderitaan yang dialami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Putusan PT Mataram adalah angin segar bagi perjuangan hukum kami. Namun, kami masih menunggu langkah pihak tergugat dalam 14 hari ke depan, apakah akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar Iwan Slenk.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting dalam dunia peradilan. Sebuah putusan pengadilan tingkat pertama yang keliru tidak hanya mencederai hak-hak seseorang, tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap integritas sistem hukum. Dalam hal ini, keberanian Fihiruddin untuk menempuh jalur hukum hingga tingkat banding patut diapresiasi sebagai langkah untuk mengawal keadilan.
Dalam konteks hukum, kasus ini menyoroti pentingnya penerapan asas keadilan yang tidak hanya formal, tetapi juga substansial. Hak seseorang untuk mendapatkan perlakuan adil di depan hukum adalah prinsip yang dijamin oleh undang-undang, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D UUD 1945.
Kini, publik menanti langkah selanjutnya dari pihak tergugat. Apakah mereka akan mengajukan kasasi, atau justru menerima putusan PT yang dinilai lebih berkeadilan? Yang jelas, perjuangan Fihiruddin adalah simbol bahwa hak asasi tidak boleh diabaikan dalam sistem hukum yang mengedepankan keadilan.